Seorang seniman sedang mendeklarasikan puisi dalam Pengajian Kebudayaan Sciena Madani. |
Lukni
Maulana, pengasuh Sciena Madani mengatakan pengajian ini bertujuan memberikan
pendidikan politik bagi masyarakat dengan penyadaran bahwa musuh terbesar kita
adalah neoliberalisme.
Djawahir
Muhammad didapuk menjadi pembicara mengatakan, wakil rakyat yang paham
kepentingan rakyat dan hajat negara sekarang sangat sedikit. Selebihnya mereka hanyalah
bermain-main.
Mantan
Sekretaris Umum Dewan Kesenian Jawa Tenga (DKJT) yang juga pernah menjadi
anggota DPRD Jawa Tengah menambahkan, justru banyak yang tidak malu berkampanye
anti korupsi meskipun ia sendiri pelaku.
“Indikasinya
politik uang:, wani piro? Wani pora?,”terangnya.
Lukman
Wibowo, pembicara kedua yang menyatakan dirinya Golongan Putih (Golput) sangat menyayangkan
adanya politik anggaran, terutama di bidang pembangunan. Ia juga menilai pemerintah
kalah dengan perusahaan asing yang merugikan negara.
Selanjutnya
ia memaparkan tesis kita yang keliru, di mana melulu memikirkan diri sendiri. Ia
mengambil contoh lain, orang-orang berlumba menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya
demi besarnya bayaran, bukan pengabdian.
”Bahkan
ada yang sampai sogok menyogok,” jelasnya.
Aktifis yang pernah menjadi
kader HMI Semarang berterus terang merasa pesimis menghadapi kondisi negeri
yang carut marut. Tersebab pola pikir yang salah kaprah, terutama pejabat.
”Maka saya tetap menyatakan
diri, golput,” tegasnya.
Djawahir mengajak para
hadirin, yang banyak kalangan pemuda untuk mencermatinya melalui analisis
manfaat dan madharat. Sehingga bisa memutuskan sendiri golput atau tidak.
“Asal jangan golput, golongan
penerima uang tunai,”kelakarnya.
Djawahir
juga berpesan kepada para pemuda agar jangan pesimis melanjutkan perjuangan
negeri.
”cukup bersikaplah profesional
dan proporsional dari sekarang,”pesannya.
Diskusi sempat
terhenti oleh gerimis, lalu dipindah di serambi musola Ar-Rasyid. (Faizun)
0 komentar:
Posting Komentar